"Suara Rakyat Dibungkam: Perlawanan Terhadap Pengesahan UU TNI"
"Suara Rakyat Dibungkam: Perlawanan Terhadap Pengesahan UU TNI"

Oleh : Jatmiko Budi Santosa
BOJONEGORO, lensanarasi.com - Kekecewaan, keresahan, dan kemarahan kami semakin memuncak melihat bagaimana para penguasa bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan roda pemerintahan. Mereka melangkah dengan leluasa, tanpa aturan yang jelas, tanpa mempertimbangkan suara rakyat, dan dengan mudahnya menetapkan kebijakan yang merugikan banyak orang. Sementara kami, rakyat yang seharusnya menjadi prioritas dalam setiap kebijakan, hanya bisa menyaksikan dengan penuh kemarahan.
Hari ini, kami tidak tinggal diam. Kami menyatukan suara, bersatu dalam gelombang perjuangan untuk menolak dengan tegas pengesahan UU TNI yang dilakukan oleh para wakil rakyat yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan aspirasi kami, tetapi nyatanya hanya menjadi alat kepentingan elit. Kebijakan ini tidak hanya menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang pernah dikoreksi oleh sejarah, tetapi lebih jauh dari itu, UU ini justru memperluas peran TNI hingga ke berbagai sektor kehidupan sipil. Ini bukan hanya kemunduran demokrasi, tetapi langkah besar menuju negara yang dikendalikan oleh militer, di mana kediktatoran dan penindasan terhadap rakyat kecil akan semakin mengakar. Negeri ini, yang seharusnya diperjuangkan demi kesejahteraan rakyat, kini semakin dikuasai oleh kepentingan segelintir orang yang hanya peduli pada kekuasaan dan oligarki.
Kami, elemen masyarakat dan mahasiswa, tidak bisa tinggal diam melihat hal ini terjadi. Oleh karena itu, pada Kamis, 28 Maret 2025, kami turun ke jalan, berkumpul di depan Gedung DPRD Kabupaten Bojonegoro untuk menyampaikan aspirasi kami. Kehadiran ratusan massa dalam aksi ini adalah bukti nyata bahwa kami sudah muak dengan sistem yang terus-menerus mengabaikan kepentingan rakyat. Negara ini bukan milik segelintir elit, bukan pula alat bagi mereka yang hanya ingin mempertahankan kekuasaan. Negara ini adalah milik rakyat, dan sudah saatnya suara rakyat didengar, bukan dibungkam.
Namun, harapan kami untuk menyampaikan pendapat dengan damai justru dihadapkan pada kenyataan pahit. Aparat yang seharusnya mengayomi dan melindungi rakyat, justru memperlakukan kami dengan represif. Pukulan, tendangan, dan penangkapan menjadi jawaban atas suara yang kami suarakan. Kami yang datang untuk menyampaikan pendapat dengan damai justru dianggap musuh. Apa salah kami, wahai aparat yang seharusnya melindungi rakyat? Mengapa ketika kami berbicara, kami justru dihalangi? Mengapa kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi justru dibungkam dengan kekerasan?
Kami tidak akan diam. Kami tidak akan takut. Kami akan terus berjuang, karena negeri ini tidak boleh jatuh ke dalam cengkeraman kekuasaan yang menindas rakyatnya sendiri. Sejarah telah mengajarkan bahwa suara rakyat adalah kekuatan yang tidak bisa dibendung. Dan hari ini, suara kami akan terus menggema, sampai keadilan benar-benar ditegakkan. (jbs)