Pabrik Etanol dan Metanol di Bojonegoro: Peluang Ekonomi dan Tantangan Keberlanjutan

Oleh : Jatmiko Budi Santosa
lensanarasi.com - Kabar tentang pabrik etanol dan metanol yang akan didirikan di Bojonegoro menjadi perbincangan hangat bagi Masyarakat Bojonegoro dan sekitarnya. Proyek yang di umumkan oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Alam menarik investasi sekitar 19 Triliun. Tentu ini menjadi sorotan bagi semua kalangan, termasuk mahasiswa. Melihat dari proyek tersebut untuk pengurangan emisi dan sumber daya terbarukan, jelas ini sangatmejanjikan. Lantas, apakah AMDAL di lakukan dengan baik ?, apakah akan menyerap pekerja lokal ?, dan apakah akan langsung terasa pertumbuhan ekonominya?.
Etanol dan metanol memiliki peran yang signifikan dalam industri energi dan kimia, meskipun keduanya digunakan untuk tujuan yang berbeda. Etanol umumnya dimanfaatkan dalam pembuatan bahan bakar serta produk minuman, sementara metanol lebih dominan dalam produksi beragam bahan kimia.
Di banding bahan bakar fosil tentu etanol dan metanol lebih ramah lingkungan dan dapat di bahan pembuatannya dapat di perbarui, seperti : jagung, tebu, dan singkong. Pengumuman pabrik yang sampaikan oleh Bahlil Mahadalia atas perintah dari Prabowo Subianto selaku Presiden RI, Langkah ini menunjukan program dari Prabowo untuk mandiri energi terutama energi terbarukan.
Dalam Proyek pembangunan pabrik ini, lahan yang dipersiapkan seluas 5.130 hektar, hal disampaikan oleh kepala perhutani KPH Bojonegoro. Lahan yang di gunakan untuk pabrik seluas 130 hektar sementara 5.000 hektarnya di gunakan untuk lahan budidaya tanaman dengan sistem Kerjasama. Rencana pendirian pabrik di proyeksikan di dirikan dikawasan RPH Sawitrejo RKPH Clangap Kecamatan Gayam.
Pemerintah khususnya pemerintah daerah Bojonegoro harus memperhatikan betul terkait pendirian pabrik ini, apakah nantinya akan memberikan keuntungan untuk masyarakat Bojonegoro atau hanya memberikan keuntungan pihak tertentu. Selain itu, perlu di perhatikan apakah amdal yang di lakukan nanti tidak mencemari lingkungan sekitar.
Langkah ini merupakan hal bagus dalam pengembangan energi terbarukan dan untuk kemandirian energi. Namun, perlu disadari bahwa pabrik ini berpotensi menimbulkan dampak lain, seperti pencemaran lingkungan sekitar, terutama jika amdalnya tidak dilaksanakan dengan baik.
Keberadaan pabrik ini tentunya memberikan peluang besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Bojonegoro. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan, terutama terkait kesiapan sumber daya manusia (SDM) lokal dalam memenuhi standar yang ditetapkan oleh perusahaan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah Bojonegoro perlu memberikan perhatian khusus dengan menyiapkan SDM yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Jangan sampai pabrik yang berdiri di Bojonegoro justru mempekerjakan tenaga kerja dari luar daerah atau bahkan luar negeri, sehingga manfaatnya tidak dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat lokal.
Dilihat dari sini ini, jika hal ini mampu diserap oleh masyarakat Bojonegoro ini tentu menjadi loncatan bagi Kabupaten Bojonegoro dari ketergantungan minyak yang di proyeksikan akan habis dalam 10 tahun mendatang. Ini juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi baru di Bojonegoro dan mampu mengentaskan penganguran di Bojonegoro, sehingga para pemuda dan masyarakat tidak harus keluar dari Bojonegoro untuk mencari pekerjaan.
Dari opini ini dapat di simpulkan bahwa sejak saat ini pemerintah daerah harus mampu menyiapkan sumberdaya manusia yang mampu memenuhi standart pekerjaan di pabrik tersebut. Dan para mahasiswa juga harus mengawal pabrik tersebut dalam pengolahan limbah dan penyerapan tenaga kerja lokal.
[jbs/red]